Kesempatan besar datang saat pemerintah Perancis mencari orang yang bisa menangani kerajaan tekstil yang bangkrut, Boussac. Kerajaan tekstil itu memiliki beberapa bisnis, termasuk popok sekali pakai dan butik Christian Dior.
Seorang kawannya bernama Antoine Bernheim bekerja di lembaga keuangan pemberi pajak, Lazard Feres. Ia mendorong Arnault kemudian merogoh kocek pribadinya dan bisa mendapatkan 15 juta dolar AS. Lazard memberikan kredit senilai 80 juta dolar AS untuk membeli perusahaan tekstil itu.
Nekat memang. Tapi alasan utama Arnault melakukan hal itu adalah butik Christian Dior. Butik tersebut berpotensi mengeruk keuntungan dari borjuis yang senang berbelanja di supermarket barang-barang mewah.
Setelah mendapatkan Boussac, Arnault dengan cepat melakukan ekspansi Christian Dior dengan menggunakan nama baru seperti Rumah mode Christian Lacroix dan Celine . Sebuah nama rumah mode yang dikenal dengan produk khusus kulit.
Arnault menyadari bahwa artistik sangat penting. Maka ia pun mengontrak John Galliano sebagai desainer yang dikenal dengan kreasinya yang tidak biasa. Produk utamanya adalah haute couture.
Sebagai CEO, Arnault memang unik. Ia menggabungkan kreativitas dan aspek keuangan dalam menjalankan bisnisnya. Meski ia tidak pernah membatasi inovasi, tapi untuk masalah keuangan, ia sangat disiplin. Termasuk jika terkait produksi, pemasaran, promosi, dan penjualan produk.
Selain itu, karena sadar jika kreativitas bisa menghasilkan dan harus dikomersialisasikan, maka ia tak segan memecat dua orang penting di perusahaannya dengan alasan tidak kreatif. Mereka adalah kepala divisi parfum Christian Dior dan manajer Givenchy.