Alhamdulillah, sampai hari ini, Allah swt masih meminjamkan ruh-Nya kepadaku.
Malam ini, untuk ketiga kalinya, kami kedatangan tamu dari Saudi Arabia. Nama beliau adalah Syeikh Kholil. Beliau lagi-lagi dibawa oleh Ust. Ridwan Hamidi (memang luar biasa Ustadz ini). Kami diberikan semacam kuliah umum oleh beliau.
Ada beberapa poin yang sempat saya catat dalam kuliah yang beliau sampaikan, diantaranya: Agar dakwah berhasil (kuat), maka yang dibutuhkan adalah sinergitas antara empat komponen ini, yaitu: Ar-Risalah, Al-Mursil, Al-Mustaqbal dan Al-Wasilah. Keempat komponen ini pun harus memiliki syarat, yakni: Ar-Risalah harus Wadhih (jelas), Al-Mursil harus Qawiy (kuat), Al-Mustaqbal harus Muhayya’ (siap) dan Al-Wasilah harus Jayyid (baik).
Biasanya, poin Al-Mursil dan Al-Mustaqbal sudah kita ketahui bersama, dengan indikasi bahwa Al-Mursil (penyampai Risalah) adalah Da’i, Muballigh sedangkan Al-Mustaqbal (penerima Risalah) adalah Al-Mad’u, audiens.
Yang kadang harus kita rumuskan lebih matang lagi adalah poin Ar-Risalah (yang ingin kita sampaikan) dan Al-Wasilah (perantara atau mediator). Namun, Al-Wasilah bisa kita contohkan berupa wasilah melalui tulisan ataupun ceramah. Ar-Risalah sendiri banyak kita temukan dalam literatur Islam. Oleh karenanya, tidak ada alasan untuk memprioritaskan komponen yang satu atas komponen yang lain, sebab keempat komponen ini harus bersinergi dan berada dalam tingkat prioritas yang sama.
Kemudian, mengenai pembagian waktu seorang Muslim, Syekh Khalil membaginya ke dalam empat waktu. Jadi, Muslim ideal adalah seorang yang waktunya tidak keluar dari empat fase ini, yaitu: Munajah (yang ditujukan kepada Allah swt atau dengan kata lain saat kita berinteraksi secara intens dengan Allah swt), Muhasabah (bersifat ke dalam, yaitu introspeksi diri), Mujalasah (duduk bersama teman-teman yang baik, untuk kemudian saling mengingatkan atau membahas masalah-masalah yang bermanfaat bagi diri sendiri dan orang lain), dan Tarfih (rekreasi, mengerjakan hal-hal yang mubah dengan tujuan untuk menghibur diri).
Syekh Khalil juga menambahkan tentang tips agar kita bisa memahami suatu ilmu. Dalam hal ini, paham, terbagi dua yaitu Ma’nawiy dan Hissiyah. Dari segi Ma’nawiy, kita bisa memahami ilmu dengan cara berdo’a kepada Allah, Taqwa, Iman, Shalat, menjauhi perbuatan maksiat, dan sebagainya. Sedangkan Hissiyah adalah fokus terhadap ilmu yang kita tuntut, bertanya apabila ada bagian yang belum dipahami, berdiskusi dengan teman, dan sebagainya.
Ilmu lain adalah, nikmat manusia ada tiga macam yaitu: nikmat yang kita miliki, nikmat yang kita harapkan dan (poin ini saya lupa). Beliau juga memberikan perbandingan dan juga analogi antara awan dan sumur. Namun, ada satu kata yang membuatnya memiliki kesamaan, yaitu “AIR”.
Perbedaan antara sumur dan awan adalah ketika kita ingin mendapatkan air di sumur, maka kita harus mengambilnya sendiri. Sedangkan awan, ia menurunkan air dari langit secara “cuma-cuma” tanpa mengharuskan kita untuk mengambilnya. Perbedaan yang lain adalah kita harus berjalan menuju sumur jika mau mengambil airnya. Sedangkan awan, justru ia yang “berjalan”. Lantas, kita mau pilih yang mana…?? Jawabannya ada pada diri kita masing-masing.