Saya sempat tertegun sejenak, ketika sahabat saya yang berada di seberang sana menuturkan sebuah kalimat yang ia pun dapatkan dari seorang yang sempat ia akrabi. Seorang yang sedikit banyak memberikan kontribusi positif lewat pengalaman-pengalaman hidup yang ia ceritakan kepada sahabat saya tersebut. Setidaknya, itulah kesan awal yang sempat saya tangkap dari penuturan sahabat saya tentang sosok yang sempat ia akrabi.
Kalimat tersebut adalah “Jangan pernah mengharapkan doa dari orang lain, sebab kebanyakan dari mereka hanya mendoakan diri mereka sendiri. Orang lain akan mendoakan ketika kita memberikan sesuatu yang bermanfaat kepada mereka dengan tulus dan ikhlas tanpa mengharapkan pamrih lalu kemudian mereka merasakan manfaat dari pemberian kita tersebut, pemberian apa pun dan dalam bentuk apa pun itu. Doa mereka tercermin dari perkataan: Alangkah baik hatinya orang itu”.
Jika ditilik lebih lanjut, maka kalimat di atas memang kita temui dalam realitas kehidupan manusia. Terlebih lagi jika ditinjau dari salah satu sifat dasar manusia yang individualistik, maka hal di atas akan semakin jelas kita lihat dalam kehidupan sosial kemasyarakatan. Jangankan untuk mendoakan orang lain, diri sendiri pun kadang tidak didoakan, apalagi jika orang yang bersangkutan telah mencapai puncak kesuksesannya, maka ia ibarat “kacang yang lupa kulitnya”.
Namun, sebenarnya, peluang untuk didoakan oleh orang lain masih tetap ada tanpa ada yang memicu sebelumnya, atau dengan kata lain tidak ada tuntutan feed back. Semuanya terjadi secara spontan yang berasal dari kesadaran bawaan. Contoh minimal ialah antara anak dan orangtuanya, antara murid dan gurunya, dan sebagainya.Walaupun hal tersebut tidak bisa menjadi jaminan kalau kita juga serta merta didoakan oleh orang lain.
Doa yang bersifat global memang ada, seperti ketika khatib mendoakan seluruh umat Islam, orang-orang mukmin, dan sebagainya. Namun, kita juga butuh doa yang sifatnya khusus atau yang ditujukan langsung kepada kita. Hal ini dijadikan sebagai titik tekan karena efek doa sendiri berpengaruh cukup besar kepada orang yang didoakan. Saya yakin, kita bisa membayangkan bagaimana kalau sekiranya setiap orang yang kita perlakukan dengan baik mendoakan kita dengan doa-doa yang mengharapkan kebaikan bagi diri kita pribadi.
Oleh karena itu, sudah saatnyalah bagi kita untuk tidak memilih-milih orang yang akan kita perlakukan dengan baik, akan tetapi, marilah kita bertanya kepada orang-orang di sekitar tempat kerja kita, di sekitar tempat tinggal kita, di pinggiran jalan, di lorong-lorong kecil, di bawah kolong jembatan, di pemukiman-pemukiman kumuh, sampai kepada daerah-daerah yang belum terjamah oleh seorang manusia pun “Siapakah lagi yang bisa saya tolong?”
Kaliurang-Ruang kelas PUTM 14 April 2008 M